Jumat, 12 Juli 2013

Pengethuan dasar proses produksi rokok.

Selasa, 30 Maret 2010

Pengetahuan Dasar Part 2 : Proses Primary

 Proses Primary
Proses primary adalah proses pengolahan material rokok (cigarette) yang masih berupa material setengah jadi (bales/krosok) sampai menjadi produk hasil blending yang siap untuk di linting (Tembakau untuk SKT dan SKM melalui proses yang sama). Proses primary ini menentukan 90% rasa / sensasi merokok sedangkan 10% nya disumbangkan dari proses linting dan system filter yang digunakan.Mengingat konstribusinya yang sangat besar maka tidak salah jika dikatakan bawha "jantungnya" tobacco factory berada di Primary Processes.

Berikut adalah tahapan pengolahan tembakau secara berurutan dalam proses primary :

Slicing
Dalam proses ini kubus tembakau kering hasil press dari supplier tembakau yang masih padat dipotong menggunakan mekanisme guillotine (macam alat penggal JADUL). Pemotongan ini bisa dilakukan searah ataupun tegak lurus lapisan daun tembakau. dari hasil pengamatan hasil produksi metode slicing tegak lurus menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik daripada metode horizontal. Proses Slicing harus dilakukan dengan kecepatan makan (feed rate) dan (width) besar potong yang konstan untuk menjaga hasil agar sesuai standar proses.


Conditioning
Dalam proses ini tembakau hasil slicing dikondisikan dengan mengatur temperatur tembakau dan kelembaban tembakau. Dalam proses ini potongan hasil slicing akan diurai lebih lanjut menggunakan mekanisme silinder berputar di dalam silinder tersebut biasanya terdapat garpu pengurai yang membantu proses penguraian. Pengaturan kelembaban dan temperature tembakau dilakukan dengan menyemprotkan steam secara langsung / tak langsung ke tembaaku yang masuk Conditioing Cylinder dan bersamaan dengan itu juga ditambahkan air untuk memberikan kelembaban pada tembakau agar tidak mudah hancur karena kering. Setiap jenis tembakau mempunyai karakter fisik yang berbeda sehingga perlakuan terhadap setiap jenis tembakau dalam proses conditioning juga harus berbeda. Jenis jenis tembakau seperti tembakau Virginia, Burley, Madura, Lombok, Oriental, Jawa, dan lain lain memiliki cara conditioning yang berbeda beda, kalau dilakukan dengan metode yang salah bisa bisa malah merusak tembakau.


Casing
Biasanya proses casing dilakukan bersamaan dengan proses conditioning dalam mesin DCCC direct conditioning and casing cylinder. Namun dapat juga dilakukan secara terpisah terutama jika casing yang digunakan berbahan dasar molase yang mempunyai kekentalan (viskositas) tinggi. Proses casing membutuhkan tangki casing dan Dosing system. Tangki Casing harus mempunyai system pemanasan dan pengadukan agar casing tetap homogen selama proses.  Dosing system secara otomatis akan melakukan pengukuran rasio casing yang harus di “dose” terhadap tembakau.

FM Classification (foreign material classificarion / deteksi benda asing dalam tembaku)
Meskipun didalam tembakau terdapat berbagai macam benda asing seperti debu, kayu, kertas, serat dan lain lain namun yang paling berbahaya dan diutamakan untuk di hilangkan adalah benda asing dengan material dari logam. Karena jika benda asing ini sampai lolos ke proses berikutnya dapat merusak alat atau mesin yang dilewatinya.  Berbagai metode yang dapat dilakukan adalah : Detektor logam, Pengayakan menggunakan Mesh stainless steel, penyortiran menggunakan optical system, dan Airlift system.

Cutting
Cutting adalah proses paling kritikal dari semua proses lamina atau stem, Kualitas hasil potong akan secara langsung mempengaruhi karakteristik produk akhir. Mekanisme proses cutting menggunakan drum pisau yang berputar dengan kecepatan tertentu yang memiliki korelasi dengan kecepatan feeding material cutting. Kualitas hasil potong dapat dipertahankan dengan melakukan perawatan dan penggantian spare part mesin cutting secara berkala. Kebersihan dan perawatan harian mesin juga tidak kalah penting dalam menunjang proses. Biasanya pabrik rokok memiliki lebih dari 1 mesin cutter untuk back up. 

Expansion & Drying
Setelah melalui proses cutting biasanya Moisture Content tembakau masih sangat tinggi bisa mencapai 25-30%, maka tembakau harus di keringkan. Proses pengeringan dilakukan di dalam mesin dreyer bersamaandengan proses ekspansi. Proses ekspansi bertujuan agar volume tembakau pada saat dikeringkan tidak menyusut bahkan bertambah hingga 0,3- 0,8 %. Proses ini penting untuk mendapatkan tembakau yang memiliki kadar air sesuai standar proses dan juga meningkatkan filling power tembakau.

Flavour
Ini adalah proses terakhir dari primary process, Larutan flavour berbahan dasar Alcohol ( Alcohol based ). Flavour di semprotkan pada tembakau di dalam mesin Flavour Cylinder. Proses penyemprotan hampir sama dengan DCCC hanya saja tidak control pada temperature dan Moisture content. Dengan menggunakan automatic flavour system proses penyemprotan dilakukan dengan hasil yang sangat homogen. Dosis dari Flavour VS Tobacco harus konstan dan merata agar stabilitas rasa produk rokok selalu terjaga. (KARENA RASA ADALAH SEGALANYA).

 
Storage
Ada bermacam macam metode storage yang digunakan oleh pabrik rokok. Ada yang menggunakan Blending Silo (untuk continue process) ada pula yang menggunakan Bag /karung  danTobacco Bin kotak penyimpanan tembakau. Proses storage ini sangat penting karena proses homogenisasi juga berlangsung selama masa tinggal tembakau di dalam storage. Proses homogenisasi ini terjadi karena sifat higroskopik tembakau sehingga tembakau yang kurang atau berlebihan mendapatkan dosing Flavour akan mencari keseimbangan (equilibrium) dengan cara memberikan atau mengambil Flavour dari tembakau yang saling kontak permukaan.

END

*NOTES : 
SETIAP PABRIK ROKOK (TOBACCO FACTORY) MEMILIKI PROSES PRIMARY DENGAN CARA BERBEDA ANTARA 1 DENGAN YANG LAIN. PABRIK ROKOK DI INDONESIA (TERUTAMA PABRIK ROKOK YANG BERDIRI SEBELUM TAHUN 1990) BIASANYA MEMILIKI "METODE WARISAN - CULTURE HERITAGE " YANG TELAH DIMODERENISASI MENYESUAIKAN MESIN YANG ADA. METODE DALAM PRIMARY PROSES SIFATNYA SANGAT FLEKSIBEL DAN TIDAK PARAMETER YANG  PASTI.

Selasa, 23 Maret 2010

MESIN INDUSTRI ROKOK PRIMARY PART 3 : DCCC – DIRECT CONDITIONING AND CASING CYLINDER

Di dalam DCCC terjadi 2 proses sekaligus conditioning dan casing.


Conditioning bertujuan mengatur kandungan air dan temperatur tembakau agar proses casing berlangsung optimal. Pengaturan parameter kandungan air diperlukan karena jika tembakau terlalu kering maka tembakau mudah hancur ketika diproses, jika terlalu basah tembakau bisa rusak karena jamur, sedangkan pengaturan temperatur tembakau diperlukan karena proses casing membutuhkan suhu tertentu agar proses casing optimal.

Casing adalah Larutan dengan pelarut berbasis air, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tembakau mempertahan kandungan airnya dan membuat rasa tembakau lebih nikmat untuk dirokok karena casing juga memberikan aroma tertentu tergantung peraciknya. Penambah aroma yang umum digunakan biasanya adalah Coklat, licorise, jahe, kayu manis, vanilla, molase (macem larutan gula), rum, brandy, wine, dan berbagai minyak ekstrak nabati.


Mesin ini biasanya satu paket dengan Automatic Casing Atomizer System yang berfungsi menyemprotkan casing pada tembakau dengan dosis tertentu. 

* pengaruh kandungan air (moisture content) dalam tembakau terhadap produk rokok akan dibahas lebih dalam  di artikel lain.
* pengaruh temperatur terhadap hasil proses Casing akan dibahas lebih dalam  di artikel lain.


 Gambar : DCCC – DIRECT CONDITIONING AND CASING CYLINDER
(SILAHKAN DI KLIK UNTUK MEMPERBESAR GAMBAR)
Beberapa produsen Tobacco machinery yang membuat DCCC - direct conditioing and casing cylinder dan sistem otomasinya :



Foreign Tobacco machinery List:
(daftar produsen asing  mesin pengolahan tembakau )
International Tobacco Machinery ITM .
Hauni Maschinenbau AG
Garbuio Dickinson.
Molins Tobacco Machinery.
Hampshire Tobacco Machinery Services.

Indonesia Tobacco machinery List:
(daftar produsen lokal mesin pengolahan tembakau )
???



NEED HELP
Selain produsen dari luar negeri penulis juga mendengar ada produsen Tobacco Machinery Lokal yang memiliki kualitas setara dengan produk luar. Bagi yang memiliki informasi tentang perusahaan Tobacco Machinery Lokal bagi dong !
penulis ingin mengulas juga hasil karya anak bangsa yang memiliki kualitas internasional.
email : rokodong@gmail.com

Senin, 22 Maret 2010

WALLPAPER : STOP MEROKOK ANTI ROKOK

WALLPAPER : KAMPANYE STOP MEROKOK 

Silahkan Klik untuk melihat album kami.

Kampanye anti rokok stop merokok larangan merokok

Sabtu, 13 Maret 2010

FLAVOUR CYLINDER





Mesin ini digunakan untuk meningkatkan Aroma dengan penambahan flavour. Campuran tembakau di masukan kedalam silinder yang berputar, di dalam silinder tersebut tembakau disemprot cairan flavour. Di dalam flavour cylinder terdapat batang pengurai berukuran 10 cm – 30 cm, beberapa nozzle flavour. Biasanya dosis flavour VS tembakau dikontrol menggunakan SYSTEM OTOMASI PLC.


gambar : Flavour cylinder tampakdepan


gambar : Flavour cylinder tampak samping

Beberapa produsen Tobacco machinery yang membuat Flavour cylinder dan sistem otomasinya :


Foreign Tobacco machinery List:
(daftar produsen asing  mesin pengolahan tembakau )
International Tobacco Machinery ITM .
Hauni Maschinenbau AG
Garbuio Dickinson.
Molins Tobacco Machinery.
Hampshire Tobacco Machinery Services.

Indonesia Tobacco machinery List:
(daftar produsen lokal mesin pengolahan tembakau )

Bengkel Santoso (malang)
Bengkel Rahmat abadi (malang)
Bengkel Djojo muljo (Semarang)




NEED HELP
Selain produsen dari luar negeri penulis juga mendengar ada produsen Tobacco Machinery Lokal yang memiliki kualitas setara dengan produk luar. Bagi yang memiliki informasi tentang perusahaan Tobacco Machinery Lokal bagi dong !
penulis ingin mengulas juga hasil karya anak bangsa yang memiliki kualitas internasional.
email : rokodong@gmail.com





Kamis, 11 Maret 2010

“The E-Cigarette “ ROKOK ELEKTRONIK

Cara kerja dari rokok elektronik tidak dibakar pakai korek seperti rokok biasa tetapi menggunakan tenaga listrik (bateri) untuk menjalankan system “pembakaran” nikotin (sebenernya tidak ada proses pembakaran di dalamnya hanya pemanasan elemen heater untuk menguapkan nikotin).


gambar: Skematik dan cara kerja rokok elektronik

Rokok elektronik ini memang belum begitu terkenal di Indonesia, tetapi di AMERIKA rokok elektronik ini cukup laris, penjualan rokok elektronik ini mencapai 1 juta unit “rokok elektronik” (E-cigarettes ini bisa di isi ulang lho tidak seperti rokok biasa yang sekali beli langsung habis sampai filternya).

PRO dan KONTRA

Di amerika dan eropa mulai timbul PRO dan KONTRA tetang beredarnya rokok elektronik ini, berbagai aturan dan penelitian dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya efek berbahaya dari E-cigarettes.

Beberapa pendapat yang mendukung E-cigarettes menyatakan bahwa E-cigarettes dapat menjadi alternative yang lebih “aman” bagi perokok dan lingkungannya. Pendapat tersebut kelihatanya cukup masuk akal karena system “pembakaran” nikotin ini tidak dilakukan dengan membakar sehingga tidak ada asap, “pembakaran” dilakukan dengan menguapkan nikotin yang tersimpan di dalam kapsul isi ulang (catridge E-cigarettes). Konon polusi yang ditimbulkan jauh lebih rendah dari rokok biasa, yang jelas E-cigarettes tidak menghasilkan puntung rokok dan abu rokok yang biasanya mengotori lingkungan.

Saking banyaknya PRO dan KONTRA di masyarakat AMERIKA sampai sampai “THE TERMINATOR” Gubernur California Arnold Schwarzenegger menggagalkan undang undang yang disusun guna melarang peredaran E-cigarettes, Tindakan ini dapat dimengerti karena “THE TERMINATOR” juga penikmat rokok.

Bagi yang KONTRA keberadaan rokok ini cukup mengganggu, karena dinilai belum terbukti secara jangka panjang efek samping apa saja yang timbul dari pemakaian E-cigarettes. Selain itu E-cigarettes dinilai juga merusak tatanan “NO SMOKING” karena di area area bebas rokok para penikmat E-cigarettes dapat menjalankan hajatnya tanpa terganggu aturan “NO SMOKING”, karena memang tidak ada asap yang timbul dari kegiatan sedot menyedot ala E-cigarettes. Meskipun tanpa asap bukan berarti tidak ada nikotin yang “bocor” ke udara dan terhisap oleh orang orang sekitar.

HARGA
Harga E-cigarettes di Amerika dan Eropa untuk starter kit (paket awal, biasanya isinya charger, E-cigarettes dan catridge) dihargai lebih dari 150 USD. Tetapi untuk isi ulangnya cukup merogoh kocek sekitar 2,8 USD untuk 1 buah catridge isi ulang (1 buah catridge E-cigarettes setara dengan 40 batang rokok biasa) harga ini terhitung sangat miring bila dibanding dengan harga rokok biasa yang di AMERIKA mencapai 14-20 USD. Di Indonesia Rokok elektronik ini masih beredar secara terbatas (di glodok kayaknya udah banyak tuh) bisa diperoleh dengan harga 300ribu sampai 2,5 Juta tergantung kualitas dan pinter pinternya kita nawar.

Selasa, 09 Maret 2010

Cigarette Smoking Machine, mesin yang merokok !

Cigarette Smoking Machine menganalisa rokok dengan “merokok”, Mesin ini “merokok” sesuai dengan International ISO 4387-2000 Standards. Zat yang dihasilkan dari kegiatan “merokok” ini di ambil melalui filter filter special selain itu secara parallel juga dilakukan analisa menggunakan carbon dioxide analyzer.


Filter Filter spesial ini memiliki fungsi spesifik, ada yang untuk menyerap tar, air, nicotine, aroma, dan substansi spesifik lainnya. Filter filter ini di analisa dengan cara yang berbeda untuk setiap jenis filternya. Pembacaan Gravimetric akan melakukan penimbangan total dari partikel atau substansi yang di hasilkan. Secara terarut Filter di rawat dengan larutan dan di analisa dengan teknik yang tertuang di ISO 10315 - 2000 and ISO 10362-2 - 1994.


SEJARAH ROKOK DAN FENOMENANYA DI INDONESIA :

Rokok kretek
Rokok kretek adalah rokok yang menggunakan tembakau asli yang dikeringkan, dipadukan dengan saus cengkeh dan saat dihisap terdengar bunyi kretek-kretek. Rokok kretek berbeda dengan rokok yang menggunakan tembakau buatan. Jenis cerutu merupakan simbol rokok kretek yang luar biasa, semuanya alami tanpa ada campuran apapun, dan pembuatannya tidak bisa menggunakan mesin. Masih memanfaatkan tangan pengrajin. Ulasan tentang sejarah rokok kretek di Indonesia bermula dari kota Kudus.

Awal usaha Kretek

Kisah kretek bermula dari kota Kudus. Tak jelas memang asal-usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar akhir abad ke-19. Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Setelah itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok.
Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya, Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini pun menyebar cepat. Permintaan "rokok obat" ini pun mengalir. Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi "keretek", maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan "rokok kretek". Awalnya, kretek ini dibungkus klobot atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama sekali. Rokok kretek pun kian dikenal. Konon Djamari meninggal pada 1890. Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang terus berkembang.
Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.
Menurut beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.
Nitisemito seorang buta huruf, putra Ibu Markanah di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa Janggalan. Pada usia 17 tahun, ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia tersebut, ia merantau ke Malang, Jawa Timur untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang sehingga ia mampu menjadi pengusaha konfeksi. Namun beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai usahanya membuat minyak kelapa, berdagang kerbau namun gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus. Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar tahun 1870. Di warungnya, yang kini menjadi toko kain Fahrida di Jalan Sunan Kudus, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah, sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak kotor. Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.
Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan Tiga. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).
Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus. Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektar di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Diantara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis).
Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari 1938. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa tenaga pembukuan asal Belanda. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Ia kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta

Ambruknya rokok kretek Bal Tiga dan Munculnya Pesaing

Hampir semua pabrik itu kini telah tutup. Bal tiga ambruk karena perselisihan diantara para ahli warisnya. Munculnya perusahaan rokok lain seperti Nojorono (1940), Djamboe Bol (1937), Djarum (1950), dan Sukun, semakin mempersempit pasar Bal Tiga ditambah dengan pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1942 di Pasifik, masuknya tentara Jepang, juga ikut memperburuk usaha Nitisemito. Banyak aset perusahaan yang disita. Pada tahun 1955, sisa kerajaan kretek Nitisemito akhirnya dibagi rata pada ahli warisnya.
Ambruknya pasaran Bal Tiga disebut sebut juga karena berdirinya rokok Minak Djinggo pada tahun 1930. Pemilik rokok ini, Kho Djie Siong, adalah mantan agen Bal Tiga di Pati, Jawa Tengah. Sewaktu masih bekerja pada Nitisemito, Kho Djie Siong banyak menarik informasi rahasia racikan dan strategi dagang Bal Tiga dari M. Karmaen, kawan sekolahnya di HIS Semarang yang juga menantu Nitisemito.
Pada tahun 1932, Minak Djinggo, yang penjualannya melesat cepat memindahkan markasnya ke Kudus. untuk memperluas pasar, Kho Djie Siong meluncurkan produk baru, Nojorono. Setelah Minak Djinggo, muncul beberapa perusahaan rokok lain yang mampu bertahan hingga kini seperti rokok Djamboe Bol milik H.A. Ma'roef, rokok Sukun milik M. Wartono dan Djarum yang didirikan Oei Wie Gwan.
Perusahaan rokok kretek Djarum berdiri pada 25 Agustus 1950 dengan 10 pekerja. Oei Wie Gwan, mantan agen rokok Minak Djinggo di Jakarta ini, mengawali bisnisnya dengan memasok rokok untuk Dinas Perbekalan Angkatan Darat. Pada tahun 1955, Djarum mulai memperluas produksi dan pemasarannya. Produksinya makin besar setelah menggunakan mesin pelinting dan pengolah tembakau pada tahun 1967.
Di era keemasan Minak Djinggo dan di ujung masa suram Bal Tiga, aroma bisnis kretek menjalar hingga ke luar Kudus. Banyak juragan dan agen rokok bermunculan. Di Magelang, Solo dan Yogyakarta, kebanyakan pabrik kretek membuat jenis rokok klembak. Rokok ini berupa oplosan tembakau, cengkeh dan kemenyan.


Perkembangan industri kretek di daerah di pulau Jawa

Kretek juga merambah Jawa Barat. Di daerah ini pasaran rokok kretek dirintis dengan keberadaan rokok kawung, yakni kretek dengan pembungkus daun aren. Pertama muncul di Bandung pada tahun 1905, lalu menular ke Garut dan Tasikmalaya. Rokok jenis ini meredup ketika kretek Kudus menyusup melalui Majalengka pada 1930-an, meski sempat muncul pabrik rokok kawung di Ciledug Wetan.
Sedangkan di Jawa Timur, industri rokok dimulai dari rumah tangga pada tahun 1910 yang dikenal dengan PT. HM Sampoerna. Tonggak perkembangan kretek dimulai ketika pabrik-pabrik besar menggunakan mesin pelinting. Tercatat PT. Bentoel di Malang yang berdiri pada tahun 1931 yang pertama memakai mesin pada tahun 1968, mampu menghasilkan 6000 batang rokok per menit. PT. Gudang Garam, Kediri dan PT HM Sampoerna tidak mau ketinggalan, begitu juga dengan PT Djarum, Djamboe Bol, Nojorono dan Sukun di Kudus.
Kini terdapat empat kota penting yang menggeliatkan industri kretek di Indonesia; Kudus, Kediri, Surabaya dan Malang. Industri rokok di kota ini baik kelas kakap maupun kelas gurem memiliki pangsa pasar masing masing. Semua terutapa pabrik rokok besar telah mencatatkan sejarahnya sendiri. Begitu pula dengan Haji Djamari, sang penemu kretek. Namun riwayat penemu kretek ini masih belum jelas. Dan kisahnya hidupnya hanya dekrtahui di kalangan pekerja pabrik rokok di Kudus.


source :SEJARAH ROKOK KRETEK [wikipedia]

Senin, 08 Maret 2010

Minggu, 07 Maret 2010

DOWNLOAD AREA

DICTIONARY OF TOBACCO TERMS [PDF FILE] (Klik kanan, Save as)
isinya kamus istilah istilah yang digunakan dalam industri rokok.
BACA INI DULU SUPAYA GAK MUMET TENTANG ISTILAH ROKOK

ACTIVATED CARBON: An amorphous form of carbon which is specially treated to produce a very large surface area, ranging from 300 to 2000m2/g. The large surface area means that the internal pore structure has been very highly developed, providing activated carbon with the ability to adsorb gases and vapors from gases, and dissolved or dispersed substances from liquids. Almost any carbonaceous material of animal, vegetable or mineral origin can be converted into activated carbon through proper treatment. There are two distinct types of activated carbon recognized commercially: Liquid Phase, or decolorizing, carbons which are generally light, fluffy powders. Gas Phase, or vapor adsorbent, carbons which are hard, dense granules or pellets.

AIR DILUTION aka CIGARETTE VENTILATION; FILTER DILUTION (in the case of tipping paper) The dilution of MAINSTREAM smoke with air from the atmosphere; affected by the natural POROSITY and by the PERFORATIONS of the cigarette paper and/or the tipping paper. The percent of a 1050 cc/min rate of flow that is drawn in through the dilution system. See also AIR PERMEABILITY, DIFFUSION, DEGREE OF VENTILATION

AIR PERMEABILITY Of cigarette paper in ml/min/cm2, the volume of air in ml (20 °C, 760 torr, 55-65% RH) that passes through 1 cm2 of a flat specimen of the paper in 1 minute when a negative pressure of 100 mm water column (in the case of normal and naturally porous papers) or 25 mm water column (in the case of perforated papers) is applied to one side of the specimen. In the latter case, the value obtained should be multiplied by 4. There are two kinds of air permeability: POROSITY and PERFORATION.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar